Minggu, 12 April 2009

Pagi dan Jembatan Pelangi

"Orang bilang tanah kita tanah surga , tongkat katu dan batu jadi tanaman . "

Sepenggal lagu Koesplus yang , melantunkan sesuatu yang faktuil di negeri ini dimana banyak kekayaan yang dipandang sebelah mata oleh penduduknya sendiri yang termakan arus globalisasi yang buas , seolah semua giginya berbentuk taring . Kecilnya , sangat pantas alam persada menagis karena dianggappun tidak .

Apabila lagu ini digali lebih dalam , artinya , kita mesti banyak mengeksplor semua keindahan negeri ini , paling dekat di sekitar tempat tinggal kita . Katakan , tempat-tempat itu indah , tempat-tempat itu unik , tempat- tempat itu tak ada di negeri lainnya . Memang tempat itu mungkin sama-sama lereng , sama sama-air terjun , sama-sama hutan , sama-sama teluk ataupun tanjung tapi tidak ada yang bisa menyamai esensi tempat tersebut . Khususnya essensi INDONESIA PUNYA , spesifiknya tempat tinggal kita sendiri , BANDUNG (dan sekitarnya) PUNYA.

Maka dari itu , pagi 26 Maret 2009 saya mencoba berjalan sambil menikmati kesendirian di sekitar tempat tinggal saya , Langensari , Lembang , Jawa Barat. Cukup berjalan 2km saya bisa mencapai suatu tempat wisata, Maribaya. Udara segar dan matahari ala 7pagi yang hangat membelai seluruh tubuh saya , memberi semangat untuk terus berjalan walaupun jalan menuju Maribaya dari arah rumah saya menikung tajam dan menurun dengan gugusan aneka jenis pepohonan besar yang berdiri tegak . Beberapa dari pohon-pohon tersebut memiliki buah yang ranum dan menggelantung seperti mangga , nangka , durian , jambu klutuk . Pohon-pohon yang lainnya ada yang menyapa saya dengan daun-daunnya yang hijau subur dan beberapa pohon dengan bunga-bunganya yang berwarna cerah . Saya tersenyum juga walaupun saya sendiri disana . Belum masuk kawasan wisata saja , sudah banyak yang membuktikan bait-bait dari lagu Koes Plus tersebut .

Tak terasa 2 km saya menemukan titik cerah . Saya Tiba di pintu masuk kawasan tersebut . Saya pikir jalan masuk melalui pintu paling depan dipungut biaya , tak tahunya gratis . Saya meneruskan jalan diatas jalan pasangan batu . Namun jalan yang saya tapak sangat licin , pertanda semalam hujan mengguyur Maribaya . Satu setengah kilometer kemudian saya sudah mendengar suara air terjun . Saya terus mencari , dimana sumber bunyi berasal . Tak lebih 1 km ada petunjuk panah ke kiri bawah , Curug Omas . Saya langsung bergegas menuruni jalan menuju curug . Namun , saya harus berhati-hati , jalan menurun sangat curam , tanahnya doninan clay yang licin . Perjuangan saya menambah friksi sepatu saya pada permukaan jalan menurun sudah selesai . Penglihatan dituju ke arah barat , panorama yang menyajikan keramahan alam khas Lembang ,Curug Omas , bisa dinikmati . Saya berjalan menuju sebuah jembatan untuk menyeberangi sungai bercurug tersebut . Ternyata jembatan yang bercat kuning itu rusak tidak bisa dipakai . Saya berjalan lagi ke arah timur dan menuruni jalan yang (lagi-lagi) berlumpur . Ternyata disana terletak jembatan bercat merah dengan bumbu-bumbu biasan sinar matahari yang masih ada di pihak ufuk timur . Saya menikmati curug dari jembatan tersebut . Amazingly , ada pelangi yang memotong jembatan tersebut . Ini karena titik-titik air mengguyuri cahaya matahari yang membiaskan sinarnya ke arah jembatan . Saya melihat ke atas , dan diatas pohon saya tak menyangka masih terdapat kera-kera liar disana . Mereka tampak bermain bergemira menikmati segar dan sejuknya udara dataran tinggi yang mahal bagi masyarakat elite metropolitan ( Hanya saja saya tidak memotret kera-kera itu karena mereka bergerak seakan ingin mengambil kamera saya ;( )

Dari sini saya menyadari , masih banyak tempat-tempat yang dianggap 'kecil' lainnya , yang 'menunggu' untuk dijamah , dalam artian bukan dirusak , tapi dinikmati , diangkat namanya ke seluruh penjuru dunia dengan berteriak "Orang bilang tanah kita tanah surga , tongkat kayu dan batu jadi tanaman"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar